Laporan
Praktikun 6
Dasar-Dasar Ilmu Tanah
KADAR AIR TANAH
OLEH:
NAMA : NUR HIJRAH
NIM : G11115076
KELOMPOK : 8 (DELAPAN)
ASISTEN : RIRIN DYAH RAHAYU
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
l.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Air
merupakan sumber daya alam yang cukup banyak di dunia ini, ditandai dengan
adanya lautan, sungai, danau dan lain-lain sebagainya. Tanah memegang peranan
penting dalam melakukan prespitasi air yang masuk ke dalam tanah, selanjutnya
sekitar 70% dari air yang diterima di evaporasi dan dikembalikan ke atmosfer
berupa air, dan tanah memegang peranan penting dalam refersi dan penyimpanan.
Sisanya itulah yang digunakan untuk kebutuhan tranpirasi, evaporasi dan
pertumbuhan tanaman.
Kandungan air dalam tanah dapat ditemukan dengan beberapa
cara. Sering dipakai istilah nisbi, seperti basah dan kering. Kedua-duanya
adalah kisaran yang tidak pasti tentang kandungan air dan karena itu dapat
ditafsirkan bermacam-macam. Walaupun penentuan kandungan air tanah didasarkan
pada pengukuran gravimetrik, tetapi jumlah air lebih mudah dinyatakan dalam
hitungan volumetrik seperti nisbah air.
Air diperlukan oleh tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya, antara lain untuk memenuhi transpirasi dalam proses asimilasi.
Reaksi kimia dalam tanah hanya berlangsung bila terdapat air. Pelepasan
unsur-unsur hara dari mineral primer terutama juga karena pengaruh air, yang
kemudian mengangkutnya ke tempat lain (pencucian unsur hara). Sebaliknya
kemampuanair menghanyutkan unsur hara dapat pula dimanfaatkan untuk mencuci
garam-garam yang berda dalam tanah.
Fungsi lain air dalam tanah adalah melapukkan mineral yaitu
menyiapkan hara larut bagi pertumbuhan tanaman dan sebagai media gerak
unsur-unsur hara ke akar. Jadi air merupakan pelarut dan bersama-sama hara yang
lain terlarut membentuk larutan tanah, tetapi bila air teralalu banyak maka
hara tanah akan tercuci dan membatasi pergerakan udara dalam tanah.
Konsistensi tanah dan kesesuaian tanah untuk diolah sangat
dipengaruhi oleh kandungan air tanah. Demikian pula daya dukung tanah sangat
dipengaruhi oleh kandungan air dalam tanah. Berdasarkan uraian tersebut maka
perlu melaksanakan pengamatan penetapan Kadar Air tanah untuk mengetahui proses
dan berapa jumlah air yang dikandung oleh tanah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk menentukan kandungan kadar air yang terdapat dalam
tanah alfisol
dengan cara gravimetrik dan kapasitas pot, beserta untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar air. Kegunaannya adalah sebagai informasi mengenai kandungan
air dalam tanah yang dapat digunakan bagi pertumbuhan tanaman dan cara
melakukan pengolahan tanah yang tepat dan jumlah air yang dibutuhkan pada tanah
dan tanaman.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Kadar Air
Tanah
Foth (1994), mengemukakan bahwa
gerakan air dalam tanah serta
dari tanah ke akar tumbuhan, seperti air dari bendungan adalah dari air
berenergi tinggi ke air berenergi rendah. Jadi, air mengalir ke bawah. Dengan
demikian, perlu dipikirkan tenaga yang menentukan keadaan fisik atau kandungan
energi air agar dapat dipahami perilaku air didalam tanah dan tumbuhan.
Hardjowigeno (1993), mengemukakan bahwa kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah.
Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil
dibanding dengan tanah yang bertekstur halus. Olehnya itu tanaman yang ditanam
pada tanah-tanah berpasir umumnya lebih mudah kekeringan dari pada tanah yang
bertekstur liat atau lempung
Tanah bertekstur halus lebih banyak menyimpan air pada kapasitas lapang,
tetapi tanah ini lebih sedikit memberikan airnya sebelum mencapai titik layu
permanen. Tanah bertekstur kasar dapat menyimpan sangat sedikit air tersedia,
karena tanah menahan air sangat sedikit pada kapasitas lapang (Syarief,
1998).
Cara biasa
menyatakan jumlah air yang terdapat di dalam tanah adalah persen akan tanah
kering. Bobot tanah lembab tidak dipakai disebabkan tidak konsisten/ konstan
beratnya. Kadar air dapat juga dinyatakan dalam tanah persen volume, yakni
volume air terhadap volume tanah. Cara ini memberikan keuntungan sebab dapat
memberikan gambaran tentang ketersediaan air tanah yakni, cara gravimetric,
tegangan dan hisapan, hambatan listrik, dan pembauran neutron (Soepardi, 1983).
Menurut Hanafiah (2007) bahwa
koefisien air tanah yang merupakan koefisien yang menunjukkan potensi
ketersediaan air tanah untuk mensuplai kebutuhan tanaman, terdiri dari :
a.
Jenuh atau retensi maksimum, yaitu
kondisi di mana seluruh ruang pori tanah terisi oleh air.
b.
Kapasitas lapang adalah
kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga
tegangan antarair-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi.
c.
Koefisien layu (titik layu permanen)
adalah kondisi air tanah yang ketersediaannya sudah lebih rendah ketimbang
kebutuhan tanaman untuk aktivitas, dan mempertahankan turgornya.
d.
Koefisien Higroskopis adalah kondisi
di mana air tanah terikat sangat kuat oleh gaya matrik tanah.
2.2.
Faktor-faktor Yang Menpengaruhi Kadar Air Tanah
Hakim (1986), mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kadar air adalah
(1) Tekstur tanah. Kemampuan tanah menahan
air dipengaruhi antara lain oleh tekstur
tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil
daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada
tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur
lempung atau liat.
(2) Bahan
organik, semakin tinggi kadar bahan organik suatu tanah semakin
tinggi pula kadar dan ketersediaan airnya
(3) Senyawa kimia, semakin banyak senyawa kimia semakin
rendah kadar air tanah,
(4) Kedalaman solum, semakin dalam kedalaman solum suatu tanah maka
semakin besar kadar airnya,
(5) Iklim, faktor iklim meliputi curah hujan suhu dan air
(6)Tanaman, faktor tanaman dapat
meliputi kedalaman perakaran toleransi terhadap kekeringan serta tingkat dan
stadium pertumbuhan yang pada prinsipnya terkait dengan kebutuhan air tanaman.
(7)Struktur tanah, apabila
struktur tanahnya berbentuk remah, granuler maka kemampuan menahan airnya lebih
besar karena struktur tanah tersebut tidak mudah rusak sehingga pori-pori tanah
tidak cepat tertutup apabila terjadi hujan.
2.3. Hubungan Kadar Air dengan Pertumbuhan Tanaman
Foth (1994), mengemukakan bahwa
pada tegangan air tanah yang rendah, kekurangan udara mungkin membatasi
pertumbuhan tanaman. Laju pertumbuhan tanaman adalah pada atau mendekati
maksimum pada kapasitas lapangan karena terdapat oksigen yang memadai yang disertai
tegangan rendah untuk penyerapan air yang cepat. Pada waktu air tanah terserap,
lapisan air menjadi lebih tipis, tegangan meningkat dan laju penyerapan air
menurun. Pada umumnya peningkatan tegangan antara kapasitas lapang dan titik
layu berkaitan dengan laju fotosintesis dan pertumbuhan yang menurun.
Daya pengikat
butiran tanah terhadap air adalah besar dan dapat menandingi kekuatan tanaman
yang tingkat tinggi dengan baik. Karena itu tidak semua air di dalam tanah
dapat ditarik oleh tumbuhan. Banyaknya air yang masih tertinggal dalam tanah
setelah sebagian digunakan oleh tumbuhan (Foth, 1998).
Soepardi
(1983), mengemukakan bahwa dalam
keadaan demikian tumbuhan menjadi layu karena kekurangan air. Batas banyaknya
air yang tersedia tentu saja ditentukan oleh banyaknya air yang tersedia tenti
saja ditentukan oleh banyaknya macam tanah dan juga tambahan air hujan atau
irigasi.
Menurut Hakim, dkk, (1986), penggunaan air oleh tumbuhan atau karena penguapan akan menurunkan tebalnya
lapisan air selanjutnya. Air hilang mula-mula dari pori mikro berukuran besar,
yang secara relaif lebih lemah diikat. Sebagian air tetap berada dalam pori
mikro berukuran kecil sekali. Pengambilan air terus berlangsung selama tumbuhan
secara efektif masih dapat mengambil air dari lapisan tersebut. Bila kecepatan
absorpsi ar tidak dapat memadai keperluan turgor tumbuhan, layu permanent akan
terjadi. Keadaan tanah demikian dinyatakan berada pada titik kelembaban kritis
atau koefisien layu.
Air berfungsi sebagai media
gerak hara ke akar-akar hara tanaman.
Bila air terlalu banyak, hara-hara yang lewat atau ada yang tercuci dan
hilang dari perakaran atau bila tinggi evaporasinya, garam-garam terlarut mungkin terangkut ke
lapisan atas tanah dan kadang-kadang tertimbun dalam jumlah yang banyak
sehingga dapat merusak tanaman (Hardjowigeno, 2003).
III.
METODE PERCOBAAN
3.1
Tempat dan Waktu
Pengamatan
kadar air tanah dilaksanakan di Laboratorium
Kimia Tanah,
Jurusan Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini dilaksanakan
pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2015 pukul 11.00 WITA sampai selesai.

3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
cawan petridis, desikator, oven, dan buku penuntun. Sedangkan bahan-bahan yang
perlu disediakan yaitu tanah kering udara, air, dan mistar
3.3
Prosedur kerja
Adapun
langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam mengamati warna tanah adalah
sebagai berikut :
1.
Menimbang cawan Petridis, kemudian menambahkan 20 gram tanah kering udara
yang telah dihaluskan sebelumnya.
2.
Mengeringkan di dalam oven suhu 1050C selama 1 x 24 jam.
3.
Mengeluarkan cawan Petridis yang telah ditambahkan tanah dari oven,
kemudian menimbang cawan Petridis bersama tanah.
4.
Menghitung dengan rumus :
a.
Berat cawan Petridis = a gram
b.
Berat cawan Petridis + tanah kering udara = b gram
c.
Berat cawan Petridis + tanah kering oven = c gram
d.
Berat tanah kering udara = (b-a)
e.
Berat tanah kering oven = (c-a)
f.
Berat air yang hilang = (b-c)
![]() |
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Berdasarkan pengamatan dan
perhitungan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 7. Hasil
Perhitungan Persentase Kadar Air Pada Lapisan I, II, III Tanah Alfisol
Lapisan
|
Kadar air (%)
|
I
II
III
|
7 %
13 %
12,35
%
|
Sumber : Data primer setelah
diolah, 2015
4.2
Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat
diketahui bahwa pada tanah Alfisol lapisan I, kadar air yang dimiliki lebih
rendah dari pada lapisan II yaitu 7 %, hal ini terjadi karena tanah pada
lapisan I mempunyai tekstur liat yang lebih kasar sehingga kemampuan menahan air lebih kecil. Hardjowigeno (1993), mengemukakan bahwa kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur
tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil
dibanding dengan tanah yang bertekstur halus. Olehnya itu tanaman yang ditanam
pada tanah-tanah berpasir umumnya lebih mudah kekeringan dari pada tanah yang
bertekstur liat atau lempung. Selain itu, hal ini juga sesuai pendapat dengan Foth
(1998) bahwa tanah yang bertekstur kasar mempunyai kapasitas pengikatan air
total yang minimum, sehingga kadar airnya rendah. Kesalahan dalam percobaan ini
adalah kesalahan dalam pengambilan data dan pengukuran berta tanah basah dan
berat tanah kering oven.
Tanah Alfisol pada lapisan II mempunyai kadar air yang tinggi
yaitu 13 %. Hal ini menunjukkan pada lapisan II bertekstur halus sehingga
kemampuan tanah menahan air tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno
(1992) bahwa tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya kemampuan menahan air
lebih kecil sehingga kadar airnya lebih rendah daripada tanah yang bertekstur
halus.
Tanah Alfisol pada lapisan III, mempunyai kadar air yaitu 12,35
%. Hal ini menunjukkan lapisan III mempunyai tekstur tanah yang lebih kasar
dibanding lapisan I, II dan memiliki kandungan bahan organik yang rendah, yang
menyebabkan kadar air tanah menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim
(1986), bahwa tanah pada lapisan III mengalami proses eluviasi atau proses
pencucian dari unsur-unsur hara yang
mengakibatkan rendahnya bahan organik tanah dan kemampuan tanah menahan air
lebih kecil.
V.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil
yang diperoleh pada percobaan kadar air tanah pada lapisan I, II, III tanah Alfisol dapat disimpulkan bahwa untuk
tanah Alfisol lapisan I memiliki kadar air sebesar 7 %, Lapisan II memiliki
kadar air yang lebih tinggi yaitu 13 %, dan lapisan III yaitu 12,35 %. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air
tanah adalah tekstur tanah, bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas.
5.2
Saran
Saran
saya pada percobaan dalam mencari kadar air tanah dibutuhkan ketelitian dalam
penelitian dan perhitungan, karena jika dalam penelitian salah maka pada
perhitungan juga salah.
DAFTAR
PUSTAKA
Foth, H. D., 1994. Dasar-dasar
Ilmu Tanah. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hakim N., et al. 1986. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Badan Kerjasam Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur. Ujung
Pandang.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu
Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Hanafiah, K. A. 2004. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soepardi, G., 1983. Sifat dan Ciri
Tanah. IPB. Bogor.
Syarief, H. F., dan Syaifuddin, 1998. Fisika
Kimia Tanah Pertanian. CV. Pustaka
Buana. Bandung.
LAMPIRAN
A. Gravimetric
Lapisan I
- Berat cawan petridish =50,2 gram…………(a)
- Berat cawan petridish + tanah kering udara = 70,2 gram…………(b)
- Berat cawan petridish + tanah kering oven = 68,8 gram…………(c)
- Berat tanah kering udara = 20
gram…………(b-a)
- Berat tanah kering oven = 18,6
gram………….(c-a)
- Berat air yang hilang = 1,4 gram……………(b-c)
Ditanyakan : kandungan air tanah =………………..%?
Penyelesaian :
Kandungan Air tanah = 

= 

= 7,5 %
Lapisan II
- Berat cawan petridish = 131,2 gram…………(a)
- Berat cawan petridish + tanah kering udara = 151,2 gram…………(b)
- Berat cawan petridish + tanah kering oven = 148,6 gram…………(c)
- Berat tanah kering udara = 20
gram…………(b-a)
- Berat tanah kering oven = 17,4gram………….(c-a)
- Berat air yang hilang = 2,6 gram……………(b-c)
Ditanyakan : kandungan air tanah =………………..%?
Penyelesaian :
Kandungan Air tanah = 

= 

= 13 %
-
Perhitungan nilai kadar air
tanah Alfisol (lapisan III) :
Berat cawan petridish (a) =
26,8 gram
Berat cawan Petridish + tanah kering udara (b) = 26,8 + 20 = 46,8 gram
Berat cawan petridish + tanah kering oven (c) = 26, 8 + 17,8 = 44,6 gram
% Kadar Air
= 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar